Wednesday, January 11, 2006

Wahyu Telah Terputus

Para pakar ilmu bahasa Arab mengatakan bahwa wahyu secara bahasa artinya suatu isyarat yang cepat dan rahasia. Contohnya seperti per-kataan rahasia yang menggunakan kode dan teka-teki, juga bahasa isyarat dengan menggunakan badan atau suara yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu saja. Dalam al-Qur'an, pengguna-an kata wahyu ditujukan untuk beberapa arti. Di antaranya:

1. Wahyu yang berarti ilham yang bersifat fithrah kepada manusia. Sebagai-mana yang disebutkan dalam surat Al-Qashash [28] : 7: Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati."

2. Wahyu yang berarti ilham naluriyah kepada binatang. Seperti makna firman Allah dalam surat An-Nahl [16] : 68:Dan Tuhanmu mewahyukan (ilham-kan) kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".

3. Wahyu dalam pengertian berbicara dengan bahasa isyarat. Seperti terdapat dalam firman Allah surat Maryam [19] : 11: Maka ia (Zakariya) keluar dari mih-rab menuju kaumnya, lalu ia memberi wahyu (isyarat) kepada mereka; hendak-lah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.

4. Wahyu dalam pengertian inspirasi-inspirasi atau bisikan-bisikan kejahatan dari syetan. Seperti disebutkan dalam surat al-An'am [6] : 112: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka mewahyu-kan (membisikkan) kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

5. Wahyu Allah kepada para malaikat berupa intruksi untuk dilaksanakan. Disebutkan dalam surat al-Anfâl [8] : 12: (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyu-kan kepada para malaikat: "Sesungguh-nya Aku bersama kamu, maka teguh-kanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman".

Pada ayat ke-7 dari surat Al-Qashash disebutkan bahwa Allah mewahyukan kepada ibu Nabi Musa agar ia menyusui-nya kemudian setelah cukup me-ngenyangkannya hendaklah hanyutkan ke sungai Nil. Ibu Nabi Musa bukanlah seorang nabi yang menerima wahyu dalam arti ajaran agama. Tetapi ia men-dapat ilham dari Allah untuk me-nyelamatkan Musa dari pembunuhan algojo-algojo Fir'aun.

Sebagaimana diketahui dalam sejarah bahwa Fir'aun mengeluarkan instruksi pembunuhan terhadap setiap anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bangsa Israil yang ada di Mesir. Instruksi yang amat keji ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas pesatnya populasi bangsa Israil di Mesir sehingga jumlah mereka bertambah dengan cepat dari tahun ke tahun. Bangsa Israil juga banyak memegang posisi stra-tegis dalam perekonomian Mesir, yang mana menjadi pemicu kecemburuan sosial bagi penduduk asli Mesir, yaitu bangsa Qibthi. Di samping itu juga, ke-khawatiran Fir'aun akan adanya pemim-pin yang kuat dari kalangan Israil yang dapat merebut kekuasaan atau melakukan pemberontakan. Dalam situasi soasial politik seperti itulah lahirnya Nabi Musa. Naluri keibuan pada ibu Musa telah men-dorongnya untuk menyembunyikan kelahiran Musa. Maka ketika ia khawatir adanya penggeledahan terhadap dirinya, ia menyusui Musa sekenyangnya lalu menghanyutkannya ke sungai Nil dengan keranda Tabut yang telah dipersiapkan-nya.

Inilah makna wahyu Allah kepada ibu Musa, yaitu ilham kepada fithrah keibuan untuk menyusui dan membuat cara pe-nyelamatan untuk Musa dari pem-bunuhan algojo Fir'aun. Ilham itu mung-kin diberikan dengan cara bisikan hati atau mimpi dalam tidur, seperti yang dikatakan Imam Jalalain dalam Tafsirnya.

Pada ayat ke-68 dari surat An-Nahl disebutkan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada lebah agar membuat sarang mereka di tempat-tempat yang ter-lindungi dari gangguan makhluk lain; di bukit, di pohon-pohon atau di tempat yang dibuatkan manusia. Arti wahyu di sini jelas maknanya adalah ilmu yang berupa ilham naluri kepada lebah untuk mengambil cara bersarang mereka.

Pada ayat 11 dari surat Maryam di-sebutkan bahwa Nabi Zakariya keluar dari Mihrabnya dan memberi wahyu kepada kaumnya agar terus bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang. Maksud memberi wahyu di sini adalah memberi pengajaran dengan isyarat tangan atau mulut tanpa ada suara. Nabi Zakariya tidak dapat berbicara selama tiga hari tiga malam sebagai tanda bahwa ia akan dikaruniai anak, yaitu Yahya. Hal ini se-bagai tanda istimewa dari Allah atas per-mohonan Zakariya yang sudah berpuluh-puluh tahun belum diaruniai anak sementara istrinya seorang yang mandul. Itulah sebabnya Nabi Zakariya mengajar kepada kaumnya selama tiga hari itu dengan isyarat.

Pada ayat 112 dari surat al-An'am disebutkan bahwa syetan dari bangsa Jin memberi wahyu kepada teman-teman mereka syetan dari bangsa manusia. Wahyu di sini adalah bisikan-bisikan, inspirasi-inspirasi, gagasan dan ide-ide untuk berbuat kejahatan dan menentang kebenaran para nabi Allah.

Adapun wahyu Allah kepada malaikat adalah firman-firman-Nya dan perintah-perintah-Nya untuk dilaksanakan oleh para malaikat tersebut. Wahyu dalam pengertian firman-firman Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Wahyu yang seperti ini didefinisikan oleh Syekh Muhammad Abduh sebagai "Pengetahuan yang didapatkan seseorang [Nabi] dalam jiwanya dengan keyakinan bahwa itu dari Allah Swt dengan suatu perantaraan ataupun secara langsung. Yang pertama dengan memakai suara yang terdengar di telinga ataupun tidak ada suara. Perbedaan wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu naluri yang diyakini jiwa untuk melakukannya tanpa disadari dari mana datangnya perasaan itu. Mirip dengan perasan lapar, haus, sedih dan gembira."

Wahyu jenis inilah yang merupakan ajaran Allah bagi manusia yang di-sampaikan melalui orang-orang yang dipilih-Nya. Manusia-manusia pilihan ini disebut Nabi. Nabi artinya orang yang menerima berita atau ajaran ghaib dari Allah. Jika berita dan ajaran itu di-perintahkan untuk disebarluaskan atau didakwahkan kepada manusia maka nabi tersebut dikatakan sebagai Rasul. Artinya utusan Allah untuk mengajari manusia ke jalan-Nya. Dan oleh karena itulah manusia diwajibkan beriman kepada para rasul Allah.

Dalam ajaran Islam, kaum muslimin diperintah mengimani semua nabi dan rasul Allah dari Adam hingga Nabi Muhammad Saw. Karena nabi itu me-nerima wahyu dari Allah, maka kita juga wajib mengimani semua wahyu yang Allah turunkan kepada para nabi tersebut. Kenabian itu sendiri, menurut Al-Qur'an dan hadits-hadits yang shahih, telah terputus dengan wafatnya Nabi Muham-mad Saw, maka dengan sendirinya wahyu pun telah terhenti, dan tidak ada seorang pun yang akan memperolehnya lagi setelah Nabi Muhammad, kecuali wahyu-wahyu selain wahyu kenabian semacam wahyu bisikan syetan seperti disebutkan di atas.

Beriman atas telah berhentinya wahyu dan tidak ada lagi nabi yang diutus Allah ke muka bumi ini pasca nabi Muham-mad Saw, merupakan prinsip keimanan yang permanen dalam Islam, disepakati oleh semua ulama dan umat Islam dari semenjak sahabat nabi hingga akhir zaman nanti. Oleh karena itu seseorang yang mengaku jadi nabi, menerima wahyu dari Allah, atau mengakui adanya lagi nabi setelah Nabi Muhammad dikategorikan sebagai murtad dan keluar dari agama Islam. Prinsip keimanan ini didasarkan pada beberapa dalil yang tegas seperti di bawah ini:

Pertama, firman Allah Swt: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Sebelum turun ayat ini, Zaid bin Hari-tsah sering dipanggil "Zaid putra Muham-mad" karena Rasulullah telah memerde-kakannya sejak ia anak-anak kemudian dijadikan anak angkatnya dan diperlaku-kan seperti layaknya anak kandung. Maka Allah menegaskan bahwa Muhammad bukanlah bapaknya Zaid, karena itu tidak boleh dipanggil Zaid bin Muhammad, melainkan beliau itu seorang rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Sebagaimana diterangkan di atas, nabi artinya orang yang menerima wahyu dari Allah, baik disiarkan kepada manusia ataupun untuk dirinya sendiri. Sedang rasul adalah nabi yang mendakwahkan ajarannya. Jadi kalau nabi saja sudah ditutup, apalagi kerasulan lebih tertutup lagi. Maka orang yang mempercayai ada lagi wahyu setelah al-Qur'an atau ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad, sama dengan kafir kepada ayat ini. Kafir kepada satu ayat sama hukumnya kafir dengan seluruh ayat, karena wahyu Allah adalah satu ke-satuan.

Kedua, firman Allah Ta'ala: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan mencukupkan wahyu-Nya kepada Nabi Muhmmad Saw. Karena itu tidak lagi akan mengutus nabi setelahnya dan tidak akan ada lagi kitab suci se-sudahnya. Mempercayai adanya nabi dan wahyu setelah Nabi Muhammad berarti mendustakan terhadap kebenaran ayat ini. Dan orang yang mendustakan ayat Allah dihukumkan sebagai murtad dari Islam dan kafir.

Ketiga, Rasulullah bersabda: Dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari ayahnya, bahwasanya Nabi bersabda, "Aku adalah Muhammad; dan aku adalah Ahmad; dan aku adalah sang penghapus yang denganku dihapus kekafiran; aku adalah sang penghimpun yang semua manusia dihimpun di belakangku; aku adalah yang datang paling belakang; yaitu yang tidak ada lagi dibelakangnya nabi." Hadist Shahih Riwayat Al-Bukhari, nomor. 3532, dan nomor 4896; Imam Muslim, nomor 2354; dan Imam Tirmidzi, nomor 2842)

Keempat, Rasulullah bersabda:Dari Tsauban ia berkata, bersabda Rasulullah Saw, "Dan sesungguhnya akan ada pada umatku para pendusta sebanyak tiga puluh orang, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi dan tidak ada lagi nabi sesudahku!" (Haditrs riyata Abu Dawud : 4252, dan Abu Nu'aim, 2/289)

Kelima, Rasululah Saw juga bersabda: Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Aku diberi ke-unggulan atas nabi-nabi yang lain dengan enam perkara; aku diberi him-punan perkataan, aku diberi pertolongan dengan rasa takut pada hati musuh; dihalalkan bagiku ghanimah; dijadikan bagiku bumi itu suci dan sebagai mesjid; aku diutus kepada semua makhluk; dan denganku ditutup para nabi". (Hadits riwayat Imam Muslim: 523, dan Imam Tirmidzi: 1553) Semua ayat dan hadits di atas secara jelas dan tegas menyatakan berakhirnya kenabian pada nabi Muhammad Saw. Maka tidak ada lagi keraguan bahwa yang mengaku-ngaku jadi nabi sesudah nabi Muhammad adalah para dajjal pendusta yang telah keluar dari jalan Islam dan orang-orang yang mengikutinya adalah para penyimpang yang tersesat. Namun bagaimanapun jelas dan tegasnya dalil-dalil di atas, bagi orang-orang yang di hatinya ada penyakit kesesatan mudah bagi mereka mencari-cari alasan me-nyimpangkan makna dalil-dalil di atas. Mereka menyimpangkan arti "penutup para nabi" menjadi "penyetempel para nabi; pengesah para nabi yang lain; nabi paling mulia" dan takwil-takwil lain yang sangat jauh sekali dari tujuan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw. Mereka mencari makna-makna yang samar setelah jelas untuk berlindung diri dari kesesatan mereka. Dan memang itulah karakter dari kaum-kaum yang sesat seperti diberitakan al-Qur'an, "Adapun orang-orang yang di hatinya ada kecondongan kepada ke-sesatan mereka mencari ayat-ayat yang samar untuk membuat fitnah dan penatakwilan-pentakwilan…" (Ali Imran : 7). Wal 'iyadzu billahi min dzâlik

JEJE ZAENUDIN