Friday, December 30, 2005
Monday, December 26, 2005
Globalisasi dan Gaya Hidup Konsumtif
Globalisasi saat ini ditandai dengan perluasan dan integrasi pasar antar negara-negara maju, negara-negara se-dang berkembang, dan antar keduanya. Pusat kebudayaan dunia berada di negara-negara industri yang mempro-duksi baik barang-barang, jasa-jasa, mau-pun simbol-simbol modernitas yang kemudian dikomsumsi secara global oleh seluruh penduduk dunia melalui komo-ditisasi dalam kemasan-kemasan budaya. Perluasan pasar tidak akan berhasil seandainya tidak ada perubahan nilai-nilai secara global yang menjadi tiang penyangga budaya konsumen (consumer culture). Fenomena ini bertujuan agar produk-produk industri dapat dengan cepat laku dan dikomsumsi secara mas-sal, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang.
Budaya Konsumtif Umat Islam
Orang-orang yang pernah mengalami masa kecil di daerah perkampungan pasti mengenal jajanan bernama borondong. Makanan ringan itu terbuat dari biji jagung yang disangrai’ alias digoreng tanpa minyak. Bentuk, rasa, dan tampilan makanan ini nyaris tak berbeda dengan pop corn. Tapi, cobalah sebut nama borondong dan pop corn bersama-sama dan tawarkan kepada anak-anak kita untuk memilih. Dugaan Anda tak meleset: anak-anak pasti memilih pop corn. Kenapa? Jawab-nya sederhana saja, tak ada cerita sinetron televisi yang berkisah tentang anak-anak atau remaja yang makan borondong. Yang ada adalah cerita tentang remaja yang berduaan sembari tangannya memegang kardus bungkus pop corn. Begitulah, substansi dan definisi bahwa pop corn dan borondong adalah makanan yang sama-sama terbuat dari jagung yang dibikin meledak akhirnya kehilangan makna. Yang bermain kemu-dian adalah citra bahwa pop corn adalah camilan anak gaul serta imajinasi bahwa setelah makan pop corn seseorang akan menjadi selevel dengan para bintang televisi.
Perilaku semacam ini sesungguhnya bukan cuma terjadi pada kelompok konsumen anak-anak. Bagi konsumen—tak peduli apakah mereka anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua sekali-pun— keputusan untuk membeli dan tidak membeli lebih sering muncul akibat citra dan imajinasi semacam itu. Soal apa yang dibeli, apa manfaat-nya, dan seterusnya seringkali justru menjadi pertimbangan kedua. Ada joke tentang petani cengkeh yang memborong kulkas padahal kampung sang petani tadi belum dijamah aliran listrik. Ternyata dia membeli kulkas lantaran kerap menonton iklan kulkas yang ditonton di televisi milik kantor desa. Dapat diamati pada satu sisi globalisasi secara konkret telah menciptakan kelimpahan material, sedangkan pada sisi lain menciptakan penduniaan budaya konsumtif yang mengancam peradaban manusia. Budaya konsumtif dikemas dalam gaya hidup internasional dan merupakan simbol modernitas dan ins-tant.
Media massa, baik elektronik maupun cetak, merupakan sarana utama dalam penyebaran epidemi global budaya kon-sumtif internasional tersebut. Contohnya, gaya memakan fast food seperti Hambur-ger McDonald, Wendy’s, Arby’s, ayam goreng internasional seperti Kentucky, Texas, California, dan lain-lain merebak di seantero jagat termasuk Indonesia. Padahal menurut para ahli makanan yang berjenis fast food dikategorikan junk food (makanan sampah) dan beresiko me-nimbulkan penyakit kolesterol dan kanker.
Apa Yang Harus dilakukan ?
Islam tidak mengajarkan berlebih-lebihan (israf) dalam segala hal seperti; makanan, minuman, berpakaian dan lain-lain. Apalagi tengah menjalankan ibadah shaum, umat Islam harus kon-sentrasi dalam melaksanakan ibadah karena bulan shaum merupakan bulan berkah yang penuh maghfirah. Fenomena belanja yang berlebihan menjelang Idul Fitri bagi hampir sebagian besar umat Islam haruslah dikoreksi, karena sesungguhnya Idul Fitri merupa-kan hari raya umat Islam bagi mereka yang benar-benar melakukan shaum dan segala amal ibadah lainnya. Dan jika tidak melakukan apa-apa di bulan shaum maka sebenarnya tidak berhak atas Idul Fitri tersebut.Ramadlan adalah bulan yang penuh barakah dan pahala, di mana al-Qur’an diturunkan padanya. Sungguh kesempa-tan bagi umat Islam yang memanfaat-kannya. Oleh karena itu, bulan ini dinamai bulan suci. Pada bulan Rama-dlan, orang–orang tidak hanya diwajib-kan melaksanakan shaum saja, menahan lapar, dan dahaga, tetapi lebih dari itu, mereka dituntut agar mengisinya dengan berbagai aktifitas positif yang diridlai-Nya. Di antara kegiatan positif yang semestinya dilakukan oleh umat Islam ketika bulan Ramadhan, diantaranya shadaqah, ta-darus al-Qur`an, qiyamu Ramadlan, i’tikaf, umrah, dan yang lainnya.
Shaum dan Kepedulian Sosial
Islam menganjurkan umatnya untuk saling menolong di antara sesama dalam rangka menjalankan kebaikan dan meraih ketaqwaan. Bulan Ramadlan disebut juga syahrul muwasaat, artinya bulan pertolongan, karena dengan ibadah shaum diharapkan para pelakunya merasakan penderitaan orang-orang faqir dan miskin, sehingga melahirkan keinginan untuk menolong atau bershadaqah kepada mereka. Menolong atau bershodaqah pada bulan Ramadlan insya Allah akan mendapat pahala yang besar, lebih besar daripada bulan biasa.
Seorang muslim yang biasa hidup berkecukupan, segala keinginannya ter-kabul, tidak pernah memikirkan soal makanan, pakaiannya beraneka ragam, tinggal di rumah mewah yang me-nyenangkan, dan memiliki kendaraan yang siap mengantar kemana saja ia mau, pada bulan Ramadlan ia harus ikut me-rasakan penderitaan saudaranya yang miskin. Saat ia menahan lapar dan da-haga harus teringat pula kepada mereka yang kelaparan. Saat berbuka shaum dengan beraneka macam hidangan, per-nahkah ia mengingat tetangganya yang berbuka dengan makanan seadanya? Saat ia belanja pakaian, terpikirkah orang yang membutuhkan pakaian sekadar penutup auratnya? Allah menyebut orang yang tidak suka memberi makan orang miskin sebagai pendusta agama. Rasu-lullah Saw bersabda. Demi Allah yang diriku ada di Tangan-Nya, tidak dinama-kan beriman seseorang sehingga ia menyukai buat tetangganya seperti ia suka buat dirinya. (Muttafaq alayh).
Pada saat ini kesempatan untuk ber-shadaqah, menebar amal sangat terbuka, karena makin banyaknya orang yang berada di garis kemiskinan, akibat ben-cana dan sistem ekonomi yang tidak menentu. Sementara sebagian di antara kita tidak terpengaruh dengan kenaikan harga BBM dan melonjaknya harga sembako, terbukti di jalan-jalan masih macet dengan kendaraan, yang belanja pelengkap lebaran masih berjejal, demikian juga yang pergi wisata pasca lebaran. Bukan tidak boleh apa lagi di-haramkan, tetapi sudahkah kita mem-berikan hak faqir miskin dari harta kita? Tidak inginkah kita menyimpan sebagian yang dimiliki untuk kehidupan akhirat? Ingat sebenarnya kita bukan menolong mereka, sebab segala pemberian berupa shadaqah adalah masih milik kita. Kita titipkan kepada Allah melalui faqir miskin, sebab itu keimanan dan keikhla-san harus menjadi dasar amal tersebut, karena sebuah shadaqah akan batal, tidak berarti bila diikuti dengan riya dan hina-an.
Ibnu Abbas r.a menceritakan bahwa pada zaman Khalifah Abu Bakar r.a pernah terjadi masa sulit, bahan pokok susah dicari, kelaparan hampir melanda, semua orang harus ekstra hemat. Mereka mendesak khalifah agar cepat menangani dan mencari solusi. Kata khalifah, Insya Allah, sebelum esok sore hari, akan datang pertolongan Allah. Pagi-pagi keesokan harinya, datanglah kafilah Utsman r.a yang sarat dengan bahan pokok keperluan. Kedatangan kafilah disambut para pedagang yang siap membeli dengan harga tinggi, karena mereka sudah menghitung keuntungan yang didapat; berapa pun harganya bila sudah menjadi kebutuhan pasti para penduduk akan membelinya.Utsman keluar mendapatkan mereka, terjadilah adu tawar dengan mereka:
Utsman : Berapa kalian hendak memberi saya untung?
Para pedagang : Sepuluh menjadi dua belas.
Utsman : Ada yang berani menawar-kannya lebih dari itu?.
Para pedagang : Kalau begitu sepuluh menjadi limabelas,
Utsman : Ada yang lebih tinggi lagi dari itu?,
Para pedang : Siapa yang berani menawarnya lebih dari itu, padahal pedagang Madinah, berada di sini?
Utsman: Ada …, yaitu Allah! Saya diberi-Nya keuntungan sepuluh kali lipat. Nah, adakah di antara tuan-tuan yang dapat memberi keuntungan lebih dari itu…?
Mendengar jawaban itu, para pedagang pun bubar, sementara Utsman berkata, Ya Allah, sesungguhnya saya telah memberikan semuanya lepada fakir miskin warga Madinah secara cuma-cuma, tanpa memperhitungkan harganya.
Pada cerita di atas ada dua macam karakter yang berbeda antara Utsman bin Affan dan para pedagang Madinah. Para pedagang Madinah berupaya mencari kesempatan dalam kesempitan, mereka tahu bahwa penduduk Madinah sedang membutuhkan bahan pokok. Mereka tidak memikirkan kaum fuqara dan masakin yang mendapat kesulitan; tidak sekadar susah mendapatkan makanan, tetapi mereka tidak punya uang untuk mem-belinya. Para pedagang tidak pernah memperdulikannya. Sedangkan Utsman r.a menjadikan situasi seperti ini menjadi peluang untuk bershadaqah, yang ia fikirkan adalah bagaimana agar kehidu-pan di akhirat nanti tidak mengalami paceklik untuk dirinya. Hartanya tidak membebaninya saat perhitungan.
Teringat oleh Utsman firman Allah, Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia ada-lah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit. Maka menjadi subur karena-nya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbu-han itu menjadi kering dan diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Alkahfi : 45) Ia benar-benar memahami ayat ini, yaitu harta itu tidak lebih daripada jerami kering yang diterbangkan oleh angin. Kedermawannya yang luar biasa adalah kedermawanan seorang yang meman-dang harta sebagai tumpukan jerami, kecuali apabila dinafkahkannya di jalan Allah.
Ketika dilantik menjadi khalifah, dalam khutbah iftitahnya Utsman r.a mem-bacakan ayat 20 Surah Alhadid : Ketahuilah, bahwa sesungguhnya ke-hidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang malalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mangagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Orang yang ditaqdirkan Allah menjadi kaya bisa bershadaqah dengan hartanya, bagaimana dengan orang yang tidak punya? Apakah mereka mempunyai kesempatan untuk bershadaqah? Rasulul-lah Saw menjelaskan, : Setiap jiwa harus bershadaqah setiap hari. Abu Dzar yang terkenal miskin bertanya ke-pada beliau, Haruskah saya bershada-qah, padahal saya tidak punya harta? Jawab beliau, Sesungguhnya di antara pintu-pintu sedekah ialah mem-baca takbir, subhaanallaah, alhamdulil-laah, laa ilaaha illallaah, dan astagh-firullah. Juga bila anda menyuruh ber-buat baik dan mencegah yang jahat, menghindarkan duri, tulang dan batu dari tengah jalan, menuntun orang yang buta, mengajari yang tuli dan bisu hingga ia mengerti, menunjuki orang yang menanyakan sesuatu keperluan yang anda ketahui tempatnya, dengan kekuatan betis berjalan membantu orang yang malang meminta tolong, dan dengan kekuatan lengan mengangkat barang orang yang lemah, semua itu merupakan pintu-pintu sedekah, yakni dari dirimu untuk dirimu pribadi. (HR Ahmad).
Sabda Rasulullah Saw, Siapa yang mampu di antaramu untuk bersedekah, maka lakukanlah, walaupun dengan sebiji kurma, siapa yang tidak punya harta, maka dengan kalimah thayyibah. (HR. Muslim). (RAN)
Ihsan Setiadi Latief, M.Si
Friday, December 23, 2005
Sungai Penghapus Dosa
Shalat adalah "komunikasi langsung" dengan sang Khaliq. Langsung karena tidak boleh "diwakilkan" oleh orang lain. Atau, tidak boleh digantikan oleh amalan apapun, karena ia sarana percakapan hamba dengan penciptanya.
Sungguh indah kehidupan seorang muslim dengan Tuhannya. Setiap hari, lima kali ia menghadap kepada-Nya. Belum lagi shalat-shalat tambahan (nawafil), seperti dhuha, witir, tahajjud, hajat, dan sebagainya. Saat itulah sang hamba memuji Tuhannya, mensucikan, memohon pertolongan, meminta rahmat, hidayah dan ampunan kepada-Nya.
Shalat, menurut Rasulullah SAW seperti sungai yang mengalir di depan pintu rumah seorang Muslim. Dari Abu Hurairah r.a.: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang dari kalian terdapat sebuah sungai. Setiap hari ia mandi lima kali di dalamnya. Apakah masih ada kotoran yang melekat di tubuhnya?" Mereka menjawab, "Tidak ada!" Rasulullah berkata, "Itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus semua kesalahan." (Muttafaq 'Alaih).
Dari Jabir r.a.: Rasulullah saw bersabda, "Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang melimpah, yang mengalir di depan pintu rumah seorang dari kalian. Ia mandi di dalamnya setiap hari lima kali." (HR Muslim).
Subhanallah! Begitu pemurahnya Allah kepada kita. Dosa-dosa kita dihapus hanya dengan shalat lima waktu. Kesalahan kita berguguran di sungai "penghapus dosa". Tidak ada kenikmatan, selain kenikmatan bermunajat kepada Allah lewat shalat. Shalat dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai "permata hati" (qurrata'ain).
Dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah berkata kepada Bilal, "Ya Bilal! Aqim al-shalah wa arihna biha (Hai Bilal! Dirikanlah shalat dan rehatkan kami dengannya). Bahkan akhir dari wasiat beliau adalah "shalat" (HR Ibnu majah).
Pertanyaannya adalah: shalat yang bagaimanakah yang berfungsi sebagai "sungai penghapus dosa" itu?
Pertama, shalat yang senantiasa dilakukan di awal waktunya. Shalat inilah yang dicintai oleh Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas 'ud ra: Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w., "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya!" Aku bertanya lagi, "Lalu apa?" "Berbakti kepada kedua orangtua," jawab beliau. Lalu aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah" (Muttafaq 'Alaih).
Kedua, shalat yang khusyu'. Shalat yang khusyu' adalah shalat seorang Mukmin yang benar-benar mendapat "kesuksesan" dari Allah. Karena khusyu' dalam shalat adalah dambaan setiap Muslim yang mengerjakan shalat (mushalla). Meskpun khusyu' itu boleh dikatakan tidak merata alias relatif. Namun, berusaha untuk khusyu' dalam shalat adalah usaha yang sangat baik. Allah SWT berfirman, "Telah beruntunglah orang-orang yang berikan. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (Qs. Al-Mu'minun: 1-2).
Tentunya untuk khusyu' ada kiat-kiat khusus di dalamnya. Di antaranya adalah dengan cara "memperbaiki cara berwudhu". Wudhu yang tidak sempurnya, akan menimbulkan rasa was-was dalam hati. Wudhu yang asal jadi hanya menyia-nyiakan air. Itulah mubadzir, dan mubadzir adalah perbuatan syaitan.
"Tidak seorang Muslim pun yang berwudhu, kemudian ia memperbagus wudhu'nya, lalu ia mendirikan shalat dua rakaat. Dengan dua rakaat itu ia benar-benar menghadapkan hatinya dan wajahnya, melainkan ia wajib memperoleh surga." (HR Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-buruk manusia adalah yang mencuri shalatnya." Mereka bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?" Beliau menjawab, "Ruku' dan sujudnya tidak sempurna" (HR Ahmad). Inilah mungkin model shalat "patok ayam".
Selain itu, shalat yang khusyu' adalah "media" untuk menggapai ampunan Allah SWT. Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhu'nya. Kemudian ia shalat sebanyak dua rakaat atau empat rakaat, baik itu shalat wajib atau selainnya (shalat sunnah), dimana ia ruku dan sujud dengan baik kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah mengampunkannya." (HR. Al-Thabrani).
Ketiga, shalat yang dilakukan dengan ikhlas. Amal adalah "jasad", dan ruhnya adalah "ikhlas". Shalat yang dilakukan dengan niat agar dilihat orang sebagai orang yang rajin shalat adalah shalat yang hanya menghabiskan energi. Dalam setiap ibadah, Allah senantiasa menganjurkan kita untuk "ikhlas" dan mengharap ridha dari-Nya. Shalat yang hanya sekedar "menggugurkan" kewajiban adalah shalat yang tidak banyak memberikan bekas dalam kehidupan.
Allah menjelaskan, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama..." (Qs. Al-Bayyinah: 5).
Insya Allah, shalat yang demikian adalah shalat yang diibaratkan oleh Rasulullah sebagai "sungai", sungai penghapus dosa, yang menghanyutkan kesalahan kita. Semoga shalat yang kita lakukan selama ini menjadi shalat yang benar-benar diterima oleh Allah SWT, sehingga dosa-dosa dan kesalahan kita "layak" untuk dihapus dan dihanyutkan. Wallaahu a'lamu bi al-shawab.
Qosim Nursheha Dzulhadi
Monday, December 19, 2005
Hapus baris kosong dengan awk ..
Dikalangan datamanagement yang menggunkan system unix ataupun linux akan terasa ribet bila kita harus export import dulu datanya ke windows. Ada satu cara yang paling gampang, kita bisa gunakan awk script.
- mengambil suatu informasi dari suatu text lalu membuatnya menjadi suatu report
- menambahakan fungsi kedalam suatu text editor
- reformat suatu data kebentuk data yang lainnya.
- membuat databases yang kecil
- bisa digunakan untuk membuat rumus matematik
Friday, December 16, 2005
Jangan Salah Mengambil Teman
Rasulullah saw memberi perumpamaan, "Perumpamaan teman yang sholih dengan teman yang jahat seumpama penjual minyak misk dan peniup kir (pandai besi); Bila engkau bergaul dengan penjual minyak wangi nantinya engkau akan diberi, atau tertarik untuk membeli darinya, atau sekurang-kurangnya engkau akan mencium bau yang harum. Dan bila engkau bergaul dengan tukang pandai besi mungkin bajumu akan terbakar atau engkau akan mencium asap yang jelek." (HR. Bukhariy)
Persahabatan itu akan mencuri tabi'at, Al-Mushohabatu tasriqu th-thobiy'ah. Apabila kita ingin mengetahui tabi'at dan kebiasaan seseorang jangan ditanya nasabnya tetapi lihatlah qorin-nya (temannya); dengan siapa dia hidup, apa kebiasaan temannya. Contoh yang paling berpengaruh adalah bahasa, sebab ia harus berkomunikasi dengan temannya. Tidak mungkin ia akan bisa tahan hidup di tempat yang tidak dimengerti bahasanya. Apabila ingin mensholehkan akhlak kita, maka harus bergaul dengan orang-orang sholeh. Perhatikan pula anak-anak kita, dengan siapa mereka berteman.
Allah menggambarkan nasib orang yang memusuhi ulama dan menjauhi orang-orang yang shaleh kelak di akhirat, "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata : Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. "Wah celaka besar aku, Seandainya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku"(QS Al Furqon : 27-28). Ia menjadikan orang kafir, dan syetan sebagai khalilnya.
Pada (QS 4 : 69).Allah menggambarkan keni'matan hidup berteman dengan orang-orang yang baik, "Dan siapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan sama-sama dengan orang-orang yang dianugrahi ni'mat oleh Allah. Yaitu : "para nabi, shidiyqiyn, para syuhada, serta orang-orang yang sholeh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya."
Wednesday, December 14, 2005
Anak saya sedang belajar menggambar ..
Adys anak saya sekang dia berumur dua tahun, dari sejak umur satu tahun kesenanganya nyorat nyoret di sembarang tempat sampai-sampai ditiap sudut rumah kontrakan saya tidak luput dari coretannya. Suatu hari saya perhatikan dia berkutat dengan pensil gambar pemberian bundanya, saya tanya lagi apa bin ? (nama panggilan Adys) lagi gambar ... gambar apa sayang ? gambar ikan, jawabnya ... setelah itu saya perhatikan tanganya mulai membuat lengkungan dari atas dan berputar kebawah, lalu setelah lengkungan itu bertemu dia tidak berhenti disitu dia tarik keatas lalu melengkung lagi kebawah setelah sampai dititik awal tadi baru dia satukan dengan titik sebelumnya. Setelah itu dia buat bulatan dibagian depan. Lalu saya bertanya itu ikan apa bin ? dia diam dan tiba-tiba tangannya berputar melingkar mengambarkan suatu yang besar .. ikan paus .. katanya .. selang beberapa lama dia mulai lagi mengulangi gambar seperti tadi tapi yang ini lebih kecil, saya tanya lagi .. kalo itu ikan apa sayang ? .. di jawab dengan cepat .. ikan lumba ... Lalu saya coba minta dia untuk gambar orang ... Bibin bisa gambar ayah tidak ? dia jawab bisa lalu tangannya membuat sebuah lingkaran besar dan didalamnya ada beberapa lingkaran kecil dan garis ... dia bicara ... nah ini .. ayah .. ini mata ayah, ini hidung, ini mulut .. ini telinga ... hore ..hore ... dia bersorak setelah selesai menyebutkan panca indra saya.
Jangan Tergiur dengan Amal Orang Kafir
"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapati apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan gelap gulita yang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun."
Tafsir Mufradat
"Orang-orang yang kufur" . Kufur adalah bentuk pekerjaan, atau sifat artinya menutup. Bentuk isim failnya adalah "kafir". Petani dalam bahasa Arab disebut kafir, karena pekerjaannya menutup biji-bijian dengan tanah. Kaffarah atau kifarat adalah amal yang dapat menutup atau menghapus dosa. Orang yang menutup hatinya, tidak menerima ajaran Islam, tidak mau beriman disebut kafir. Orang yang tidak mau bersyukur disebut juga kafir ni'mat, karena hatinya tidak me-ngakui bahwa mi'mat yang ia rasakan itu dari Allah. Seorang isteri yang melupakan kebaikan suaminya disebut "yakfurnal-'asyir" (kufur kepada suami). Kafir dalam arti sebalik mu'min, bermacam macam tergantung tingkat sikap dan perbuatan-nya. Orang yang beriman kepada sebagian isi Alquran disebut kafir; misalnya ia tidak mau berhukum dengan hukum Islam. Kata kafir semwaktu-waktu ditujukan kepada orang munafiq, musyrik, zhalim, fasik, dan ahli kitab. Yang dimaksud pada ayat ini adalah orang-orang yang amal perbuatannya merupakan kebalikan dari amal orang-orang yang beriman sebagai-mana yang disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya.
Artinya fatamorgana, adalah gejala optis (berkaitan dengan peng-lihatan) yang tampak pada permukaan yang panas, yang kelihatan seperti genangan air. Atau sesuatu yang kelihatan-nya dari jauh be-rupa air yang meng-genang di suatu tempat yang rata di tengah terik panas matahari. Bagi orang yang kehausan dan kepana-san, tempat seperti itu sangat menipu, karena se-sungguhnya yang ia lihat tidak ada sama sekali. Kalimat "Sarab" menjadi kiasan dalam percakapan yang artinya sesuatu yang bersifat khayal atau tidak mungkin tercapai.
Sabab Nuzul
Dalam Tafsir Almunir Dr Wahbah Zuhayliy menyebutkan, bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan seorang Quraisy yang bernama Utbah bin Rabi'ah bin Umayyah, atau saudaranya Syaibah bin Rabi'ah, mereka memakai kain tenunan kasar, mencari-cari agama yang benar. Ketika datang Islam, mereka me-nolaknya (kufur). Mereka mati dalam kekafiran pada perang Badar.
Tafsir Ayat
Manusia diciptakan oleh Allah untuk bekerja, berbuat dan beramal. Semua itu dilakukannya hanya untuk mempertahan-kan hidupnya, keselamatan dan kesena-ngan dirinya; kesenangan yang sesaat atau kelak. Semua yang dilakukan manusia tergantung dengan keyakinan-nya. Seseorang akan melakukan apa saja, bila ia berkeyakinan bahwa hal itu akan menguntungkan. Ia pun akan meng-hindari perbuatan yang dinilainya akan mencelakanan dirinya. Orang-orang yang beriman berkeyakinan bahwa apa saja yang diperintahkan Allah dalam Alquran dan yang dicontohkan Rasulullah saw akan membahagiakan dirinya di dunia maupun di akhirat. Untuk itu ia akan rela berkorban demi kebahagiaan kelak. Ia rela mendirikan shalat, menahan lapar haus dan dahaga, mengeluarkan sebagian hartanya, bahkan rela mengurbankan jiwa raganya, semata-mata mencari keridlan Allah, Rabbnya.
Sedangkan orang-orang kafir keya-kinannya bersebrangan dengan orang-orang yang beriman. Mereka mempunyai aqidah yang salah; mereka tidak berkeya-kinan bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna. Mereka tidak beriman kepada Muhammad Saw, sehingga mereka tidak menjadikan Alquran sebagai pedoman dan alhadits sebagai aturan. Pada akhirnya tidak meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya jalan untuk menuju kebahagiaan. Sebaik apapun amal yang mereka kerjakan bila tidak didasari iman kepada Allah dan rukun iman yang lainnya, amalnya akan hampa.
Mungkin suatu saat kita melihat orang Kristen banyak mengasihi fakir miskin, memelihara anak yatim, mendirikan panti jompo, membantu golongan ekonomi lemah, menyumbang korban bencana, bahkan sampai berani hidup bersama orang-orang sengsara. Selintas kita per-hatikan amal mereka sangat mengagum-kan dibandingkan dengan amal orang-orang yang beriman. mereka berharap bahwa amal-amal itu akan menyelamat-kannya dari segala bahaya. Di hadapan Allah amal-amal itu tiada artinya, karena tidak didasari iman. Sebab itu sering kita dapati ayat Alquran yang mengaitkan amal shaleh dengan iman.
Bukan hanya orang-orang kafir, orang Islam pun banyak yang beramal, tetapi amalnya tidak diterima di sisi Allah, karena tidak memenuhi syarat; tidak ikhlas karena Allah dan tidak sesuai dengan contoh Rasulullah Saw. Di akhirat nanti amal mereka akan menjadi beban, mereka harus menang-gung akibat perbuatannya, mereka pun harus bertanggung jawab mengapa amal-amal itu dilakukan. Amal-amal yang semula menjadi andalan dan diharapkan dapat menyelamatkannya dari siksa, ter-nyata di hadapan Allah akan sia-sia. Firman Allah:
Katakanlah:"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia per-buatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya".(QS Alkahfi : 103-104). Firman Allah selanjutnya, Amal mereka diumpamakan seperti fatamorgana yang dilihat oleh orang yang kehausan, merindukan kesejukan dan kehabisan bekal, di tengah padang pasir, di bawah terik matahari, tidak ada tempat untuk berlindung. Ia menyangka bahwa fatamorgana itu air yang sejuk, yang lebih berharga daripada harta apapun. Ia bergegas menuju tempat itu, sekalipun tempat itu jauh ditempuhnya dengan penuh keyakinan. Sesampainya di sana ia tidak mendapatkan apa-apa, bahkan melihat air pun tidak, sedangkan rasa hausnya semakin bertambah, sementara tenaganya semakin berkurang.
Yang ia dapatkan adalah ketetapan dan keputusan Allah di sisinya berupa siksaan dan adzab yang dijanjikan kepada mereka. Lalu Allah memberikan kepadanya balasan yang cukup karena amal-amalnya ketika di dunia. Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Dia yang Maha kuasa tidak memerlukan bantuan yang lain untuk menghisabnya. Firman-Nya, "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan." Di antara orang Islam ada yang tergiur dengan amal dan ibadah orang kafir, sehingga ia meniru agama lain dalam beraqidah, beribadah, dan mu'amalah. Atau ia berbuat bid'ah. Ia menyangka amal-amalnya itu akan mendapat pahala dari Allah. Ternyata di akhirat amal-amal itu tidak berharga sama sekali, Allah menjadikannya sebagai debu yang sangat mengganggu dan dan menyesakkan dada.
Amal orang kafir yang dilakukannya di dunia diumpamakan pula seperti kegelapan karena jauh dari petunjuk. Kegelapannya sungguh-sungguh, bagai-kan berada di tengan lautan yang dalam, di permukaannya bergulung ombak-ombak yang tinggi yang saling berkejaran, di langit tak tampak cahaya, sekalipun pada waktu siang, karena di atas lautan diliputi awan gelap yang menumpuk, saking gelapnya, ia tidak bisa melihat apa-apa bahkan tangannya sendiri, padahal tangan adalah anggota badan yang mudah didekatkan untuk dilihat.
Betapa gelapnya amal mereka, sedikit-pun tidak dapat memberi manfaat, jangankan untuk orang lain, bagi dirinya pun sangat menyesatkan. Amalnya mem-bawa kepada kegelapan yang meng-akibatkan sengsara dan tersiksa serta diliputi rasa takut tiada henti yang sangat kengerikan. Kengeriannya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Itulah amal orang kafir yang jahat, yang nampaknya menyenangkan menggiurkan sehingga tidak sedikit orang Islam yang meniru amal perbuatan mereka. Dan tentunya nasib mereka pun sama.
Pada ayat di atas Allah menyebutkan tiga tahap kegelapan; di dalam lautan yang dalam, di atasnya ombak-ombak yang bergulung, dan di atasnya lagi awan yang gelap berlapis-lapis. Al-Hasan me-nyebutnya kegelapan aqidah (kegelapan hati), kegelapan amal lisan (bicara), dan kegelapan amal perbutan. Sedangkan Ibnu Abbas menjelaskan, "mereka di-umpamakan: hati, penglihatan, dan pendengarannya diliputi kegelapan yang bertubi-tubi." (Tafsir Almunir). Bisa dibayangkan apabila ada orang yang mengalami cacat pada ketiga anggota badan tersebut, sungguh menyedihkan, tidak ada orang yang dapat menolongnya.
Siapa yang tidak mendapatkan cahaya Allah atau tidak mau menjadikan Islam sebagai cahaya, tidak menjadikan Al-quran sebagai petunjuk, kelak di akhirat amalnya akan menyeretnya masuk ke-dalam kegelapan yang berakhir di neraka. Ada beberapa ayat yang senada di antaranya QS Ala'raf 186: "Siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tidak ada orang yang akan mem-beri petunjuk." Tidak ada cahaya yang dapat me-nerangi jalan hidup yang akan menuntun manusia ke surga selain nur Ilaahiy, se-bagaimana dijelaskan pada ayat sebelumnya, QS Annur : 35.
UST. RAHMAT NAJIEB